Jumat, 03 Februari 2012

Public Service


Mahmudi (2005, p. 229) mendefinisikan pelayanan publik sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Adapun pengertian pelayanan publik dalam konteks pemerintahan di Indonesia telah dinyatakan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Keputusan Menteri tersebut juga dinyatakan perihal hakekat pelayanan publik sebagai pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
Hakekat pelayanan publik tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Sedarmayanti (2004, p.83) yang dijabarkan dalam tiga poin penting. Pertama, meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. Kedua, mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan dapat diselenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna. Dan terakhir, mendorong tumbuhnya kretivitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas-asas pelayanan publik (Mahmudi, 2005, p. 234), yaitu transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, tidak diskriminatif (kesamaan hak), dan keseimbangan hak dan kewajiban. Penjelasan masing-masing asas pelayanan publik tersebut adalah sebagai berikut:
(1)   Transparansi berarti pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
(2)   Akuntabilitas berarti pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3)   Kondisional berarti pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.  
(4)   Partisipatif berarti mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
(5)   Tidak diskriminatif berarti pelayananan publik tidak boleh membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan ekonomi.
(6)   Keseimbangan hak dan kewajiban berarti pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Pelayanan publik tidak hanya mencakup pelayanan yang diberikan oleh pemerintah namun juga mencakup pelayanan publik yang dilakukan organisasi nirlaba. Hal ini dijelaskan oleh Lewis (2005, p.9) bahwa:
“Embracing more than government service alone, public service includes quasi governmental agencies and the many nonprofit organizations devoted to community services and to the public interest (and often publicly funded, at least in part). The many mixed activities and joint operations, such as public-private partnerships and contractual relationships, turn on working with government and are also oriented toward public service”
Dalam pelayanan publik, etika dan kesungguhan profesional harus seiring dan sejalan, bahkan moralitas manajer, kapasitasnya dalam mengambil keputusan maupun perilakunya harus terikat dengan etika. Hal ini dinyatakan oleh Lewis (2005, p.21) bahwa:
“… ethics and genuine professional success go together in public service. … Public managers’ morale, identity, and capacity for decision making and innovation are entangled in ethics, and rightly so, because public service is our society’s instrument for managing complexity and interdependency. The concern with ethics and demands on managerial responsibility extend beyond academic halls to government corridors, public interest groups, and professional associations. … Public expectations and formal standards today demand that managers undertake sophisticated ethical reasoning and apply rigorous ethical standards to decisions and behavior.”

Daftar Pustaka:
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Sedarmayanti. 2004. Good Governance: Membangun Sistem Kinerja Guna Meningkatkan PProduktivitas Menuju Good Governance. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Lewis, Carol W., and Stuart C. Gilman. 2005. The Ethics Challenge in Public Service: A Problem-Solving Guide. Market Street, San Fransisco: Jossey-Bass.