Selasa, 03 Januari 2012

Kejahatan Akuntansi

KEJAHATAN AKUNTANSI

Pendahuluan
Masyarakat pada umumnya mengira bahwa akuntansi hanya sekedar pembukuan yang mencatat pemasukan dan pengeluaran uang. Setelah terjadi kasus-kasus skandal korporasi besar di Amerika Serikat, yang melibatkan perusahaan raksasa, seperti Enron dan Worldcom, masyarakat dunia terperanjat karena skandal-skandal perusahaan besar yang menipu masyarakat justru terjadi di negara yang selama ini dianggap sebagai barometer berbagai aturan dan standar mengenai bursa saham, profesi akuntan, dan transparansi dalam laporan keuangan. 
Lalu, masyarakat bertanya-tanya tentang faktor apa gerangan yang mendorong dan menyebabkan terjadinya skandal-skandal itu, yang melibatkan secara kasatmata profesi akuntan khususnya mereka yang memeriksa laporan keuangan perusahaan yang dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) atau yang dikenal pula dengan istilah Independent Auditor. Tidak tanggung-tanggung, dalam kasus kejahatan korporasi itu melibatkan Kantor Akuntan Publik global yang termasuk dalam kelompok lima besar, yaitu Arthur Andersen.[1] 
Apakah itu Kejahatan Akuntansi?
Sebelum membahas tentang kejahatan akuntansi, sebaiknya kita mengenal pengertian akuntansi lebih dahulu. Pada tahun 1966, American Accounting Association (AAA) mendefiniskan akuntansi sebagai:
The process of identifying, measuring and communicating economic information to permit informed judgements and decisions by users of the information.”[2]
Jadi, pada dasarnya akuntansi berisi tiga aktivitas utama yaitu pengidentifikasian, pencatatan, dan pengkomunikasian kejadian-kejadian ekonomi suatu organisasi kepada pengguna yang berkepentingan.[3]
Adapun mengenai kejahatan akuntansi, belum ada buku atau literatur akademik yang secara spesifik menggunakan istilah ini. Kejahatan yang melibatkan ilmu akuntansi sering disebut sebagai skandal keuangan atau skandal akuntansi.
 Skandal akuntansi (accounting scandals) atau skandal akuntansi perusahaan (corporate accounting scandals) adalah skandal politik dan bisnis yang muncul dengan pengungkapan kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik. Kejahatan tersebut biasanya melibatkan metode yang kompleks untuk menyalahgunakan dana atau menyesatkan, melebih-lebihkan pendapatan, mengecilkan biaya, melebih-lebihkan nilai aset perusahaan atau mengurangi pelaporan terhadap besarnya kewajiban, terkadang mereka juga melakukan kerjasama dengan pejabat di perusahaan lain atau afiliasinya.[4] Jika mengacu pada pengertian skandal akuntansi tersebut di atas maka kejahatan akuntansi cenderung lebih dekat dengan istilah fraudulent statement (fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan).[5]
Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-beda. Association of Certified Fraud Examiners  (ACFE) mendefinisikan financial statement fraud sebagai “Salah  saji atau  pengabaian atas fakta-fakta yang  material yang disengaja, atau data akuntansi yang menyesatkan, dan  ketika mempertimbangkan dengan semua informasi yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau mengubah penilaian atau keputusannya.” Sedangkan The Treadway Commission  mendefiniskan sebagai “melakukan tindakan secara sengaja atau ceroboh, apakah [oleh] perbuatan atau kelalaian, yang menghasilkan materi laporan keuangan yang menyesatkan”.[6]
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi financial statement fraud adalah salah saji atau kelalaian yang disengaja, baik itu dari segi jumlah / besaran atau pengungkapan laporan keuangan yang ditujukan untuk menipu pengguna laporan keuangan, khususnya investor dan kreditor. Dalam hal ini manajemen melakukan pengolahan laporan keuangan untuk keuntungan mereka sendiri.
Namun demikian, dengan membandingkan definisi financial statement fraud tersebut di atas, secara umum kejahatan akuntansi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai kejahatan/ kecurangan yang dilakukan dalam bidang ekonomi dan berkaitan dengan akuntansi. Hal ini berarti financial statement fraud merupakan salah satu bentuk kejahatan akuntansi.
Jenis-Jenis Kejahatan Akuntansi
Pada dasarnya kejahatan akuntansi bermuara pada pelaporan keuangan yang menyesatkan bagi penggunanya, termasuk aktivitas yang tidak benar atau ilegal pada proses pengidentifikasian dan pengukuran transaksi-transaksi keuangan. Adapun beberapa bentuk kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
1)    Manajemen Laba yang Tidak Sah (illegal earnings management)
Manajemen Laba (earning management) telah didefinisikan secara berlainan oleh akademisi, peneliti, praktisi, dan lembaga yang memiliki otoritas. Adapun definisi yang secara umum diterima oleh akademisi dan peneliti dalam literatur akademik adalah suatu intervensi atas tujuan  dalam proses pelaporan keuangan eksternal yang dimaksudkan untuk memperoleh  keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam penataan transaksi untuk  mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1999). Dengan demikian manajemen laba dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan yang merupakan bagian dari manajemen yang mempengaruhi pelaporan pendapatan  dan yang tidak memberikan keuntungan ekonomi yang benar bagi organisasi dan mungkin, pada kenyataannya, dalam jangka panjang  akan merugikan (Merchant, 1987).[7]
Manajemen laba dapat dikategorikan sebagai kejahatan akuntansi jika laporan keuangan yang disajikan ditujukan untuk menyesatkan pengguna laporan keuangan dan mengabaikan atau melanggar PABU (Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum).
2)    Pendapat (opini) Auditor Eksternal yang Tidak Benar
Auditor eksternal diberi wewenang untuk melakukan audit keuangan pada perusahaan publik. Auditor dianggap melakukan kejahatan jika dalam menjalankan profesinya mengabaikan atau melanggar Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP). Salah satu contohnya adalah memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan suatu perusahaan padahal auditor tersebut mengetahui dan menemukan adanya pelanggaran dan kesalahan yang material pada laporan keuangan yang diaudit tersebut. Hal ini terjadi jika terdapat persekongkolan jahat atau kolusi antara auditor dengan manajemen perusahaan.
3)    Kejahatan Perbankan
Kejahatan akuntansi di perbankan diantaranya dilakukan dengan mengambil dana nasabah tanpa sepengetahuan nasabah, memanipulasi data nasabah, memalsukan rekening nasabah dan  pemalsuan tanda-tangan nasabah yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Kejahatan ini termasuk dalam kategori penggelapan.
4)    Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal
Kejahatan akuntansi di pasar modal mencakup pelanggaran penyajian informasi yang tidak benar atau menyesatkan (missleading information). Hal ini terjadi jika emiten tidak menjalankan kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi dan isi laporan tersebut mengandung informasi yang tidak benar atau dapat menyesatkan bagi investor dalam mengambil keputusan ketika hendak menjual atau membeli saham emiten tersebut.
Kejahatan akuntansi di pasar modal lainnya adalah manipulasi pasar. Manipulasi pasar ini merupakan modus kejahatan yang menggunakan teknik dan mekanisme pasar sebagai alat untuk menciptakan pembentukan harga.
5)    Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Related-Party Transactions).
Bentuk pelanggaran ini mencakup transaksi yang material atau dalam jumlah yang tidak biasa dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang meliputi (1) penjualan fiktif pada pihak yang memiliki hubungan istimewa (2) pinjaman kepada atau dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dimana tingkat bunganya lebih rendah dibandingkan pasar (3) transaksi lainnya dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan transaksi normal, dan (4) pengungkapan yang tidak memadai atas transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.[8]
Penggolongan Kejahatan Akuntansi Dalam Kriminologi
Kejahatan akuntansi atau skandal akuntansi melibatkan kaum elit bisnis dan kaum profesional. Contoh kasus yang populer adalah kasus Enron dimana harga saham perusahaan tersebut anjlok karena ulah pendiri Enron, mantan CEO, eksekutif Enron lainnya serta Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson yang bersekongkol memanipulasi laporan keuangan Enron. Kejahatan akuntansi di perbankan dan di pasar modal juga melibatkan kaum profesional. 
Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya.[9] Menurut Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari kenyataan, akal-akalan, manipulasi, atau pengelakan terhadap peraturan.[10]
Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait  menyebutkan beberapa pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
·         Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang- barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
·         Berkaitan dengan pemberian opini auditor yang menyesatkan, dapat dikenakan pasal 416 KUHP yaitu “Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
·         Berkaitan dengan kejahatan perbankan yang merupakan kategori penggelapan, dapat dikenakan pasal 372 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
·         Berkaitan dengan kejahatan perbankan sehubungan pemalsuan rekening nasabah, dapat dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf c UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yaitu: “mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)”.
·         Berkaitan dengan kejahatan akuntansi di pasar modal yang berupa manipulasi pasar, dapat dikenakan pasal 91 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu: ”Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di Bursa Efek.
Penyebab Kejahatan Akuntansi
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kejahatan akuntansi dapat menggunakan konsep segitiga fraud. Konsep segitiga fraud ini dicetuskan oleh Donald R. Cressey untuk menjelaskan tiga faktor penyebab yang muncul dalam setiap situasi fraud. Ketiga faktor tersebut adalah motif, rasionalisasi, dan kesempatan.[11]
Motif menggambarkan suatu dorongan kebutuhan atas dana atau alasan seseorang yang menyebabkan dia perlu untuk melakukan suatu kejahatan. Unsur ini kadang-kadang disebut sebagai tekanan, yang biasanya merupakan suatu bentuk pendorong untuk memperoleh penghasilan tambahan yang akan digunakan untuk berbagai tujuan.
Pelaku fraud menggambarkan tindakan mereka sebagai suatu tindakan yang bukan kategori kejahatan, melainkan hanya mengambil suatu keuntungan akibat ketidakadilan yang dilakukan oleh perusahaan atau orang lain. Mereka memaklumi tindakan mereka tersebut dan mengatasi kekhawatiran dengan beranggapan bahwa tindakan mereka bukan suatu pelanggaran hukum. Pelaku fraud merasionalisasi tindakan mereka. Rasionalisasi inilah yang memungkinkan mereka untuk melakukan kegiatan fraud.
Peluang menggambarkan kondisi yang memungkinkan kejahatan terjadi. Biasanya ini merupakan bentuk kelemahan dalam struktur pengendalian internal yang memungkinkan aset perusahaan untuk dikonversi menjadi milik pribadi pelaku dan pelaku dapat menyembunyikan kejahatannya. Kelemahan ini biasanya berasal dari aktivitas pengendalian yang dirancang secara buruk, kegiatan pengendalian kurang ditegakkan, atau kombinasi keduanya.
Metode atau model lainnya yang dapat digunakan untuk mencari penyebab kejahatan akuntansi adalah model 3Cs. Model ini memfokuskan pada tiga variabel yaitu conditions (kondisi), corporate structure (struktur korporasi), dan choice (pilihan). Kombinasi yang tepat dari ketiga variabel ini menciptakan insentif dan motivasi bagi setiap perusahaan untuk terlibat dalam kejahatan akuntansi atau kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).[12]
Variabel lingkungan atau kondisi memberikan pembenaran dan rasionalisasi dalam hal perhitungan untung rugi antara  biaya dan manfaat ketika melakukan kejahatan akuntansi. Variabel penilaian biaya / manfaat ini didasarkan pada konsep utilitarian yang menunjukkan bahwa evaluasi konsekuensi dari tindakan atau perilaku harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan atau keputusan tersebut. Konsep ini akan bekerja dengan baik dalam sistem perusahaan yang bebas, yang menunjukkan bahwa kejahatan akuntansi akan terjadi ketika manfaat bagi pelaku kejahatan lebih besar daripada biaya yang perhitungannya menggunakan probabilitas dan konsekuensi terdeteksi.
Karena kejahatan akuntansi  biasanya dilakukan oleh tim manajemen tingkat atas berarti kejahatan ini sering terjadi dalam lingkungan perusahaan yang corpoorate governance-nya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berjalan efektif. Pada dasarnya manajemen akan lebih enggan untuk terlibat dalam kejahatan akuntansi jika  mekanisme corpoorate governance tersebut berjalan efektif dan meningkatkan mekanisme pencegahan dan deteksi kemungkinan adanya kejahatan akuntansi.
Manajemen dapat menggunakan kebijakan diskresi untuk memilih antara manajemen laba yang ilegal atau strategi yang etis demi perbaikan kualitas dan kuantitas pendapatan perusahaan secara terus menerus. Secara khusus, ketika tidak tekanan lingkungan atau tidak adanya struktur perusahaan yang baik mempengaruhi secara signifikan terjadinya kejahatan akuntansi sebagai salah satu alat strategi manajemen atau diskresi kebijakan yang dimotivasi oleh agresivitas, kurangnya prinsip moral, atau kreativitas / inovasi yang sesat. Dalam keadaan ini, kejahatan akuntansi adalah masalah pilihan, terlepas dari tekanan lingkungan atau kebutuhan atau struktur perusahaan.
Kesimpulan
Kejahatan akuntansi merupakan kejahatan atau kecurangan yang dilakukan dalam bidang ekonomi dan berkaitan dengan akuntansi. Kejahatan akuntansi biasanya dilakukan oleh manajemen puncak suatu organisasi dengan cara memanipulasi transaksi dan/atau laporan keuangan. Kejahatan ini ditujukan untuk memberikan keuntungan yang tidak sah, baik itu bagi pribadi pelaku, bagi organisasi, maupun bagi keduanya. Dengan melihat pelakunya, kejahatan akuntansi dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih.
Proses kejadian kejahatan akuntansi tidak terlihat secara nyata dan korban seringkali tidak merasakan adanya kejahatan ini. Namun demikian, ketika kejahatan ini terdeteksi dan terjadi maka dampak yang ditimbulkannya sangat besar yaitu perusahaan / organisasi akan mengalami kebangkrutan dan perekonomian negara bahkan dunia akan mengalami goncangan.


[2] Collier, P.M., 2003, Accounting for Managers: Interpreting accounting information for decision-making
[3] Weygandt, J.J., P.D. Kimmel, dan D.E. Kieso, 2012, Accounting Principles, 10th Edition. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 4.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Skandal_akuntansi diunduh tanggal 19 Desember 2011
[5] Fraudulent Statement merupakan salah satu cabang utama dari fraud tree. Fraud tree ini dirilis oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang menggambarkan occupational fraud secara skematis yang terdiri dari tiga cabang utama yaitu Corruption, Asset Misappropiation, dan Fraudulent Statement.
[6] Rezaee, Z., 2002, Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 1 – 2.
[7] Coenen, T. 2008. Essential of Corporate Fraud. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 91
[8] Rezaee, Z.  Op.cit. Halaman 88.
[9] Nyoman Serikat Putera Jaya. 2010. Pembaharuan Hukum Pidana. Bahan Kuliah Program Magister Ilmu Hukum Undip, Unsoed, dan Untag. Halaman 102.
[10] Ibid. Halaman 103.
[11] Cendrowski, H., J.P. Martin, dan L.W. Petro., 2007, The Handbook of Fraud Deterrence. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 41 – 48.
[12] Rezaee, Z.  Op.cit. Halaman 70 – 72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar