Selasa, 03 Januari 2012

Teori Etika


TEORI ETIKA



Istilah etika berasal dari kosa kata bahasa Yunani kuno etos (bentuk tunggal dan etha (bentuk jamak), yang berarti adat istiadat atau kebiasaan (Sudarmo dan Soedarsono, 2008, p.4).  Dalam arti ini, etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang dianggap baik oleh kalangan atau masyarakat tertentu. Kebiasaan ini dianut dan bahkan diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya (Sudarmo dan Soedarsono, 2008, p.4). 
Kamus Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2008a) memberikan tiga makna dasar untuk kata etika /étika/ yaitu: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) asas perilaku yang menjadi pedoman. Di samping kata etika, Kamus Bahasa Indonsia juga memberikan makna kata etiket dan etis. Makna kata etiket /étiket/ adalah aturan sopan santun (tata cara) dalam pergaulan dan makna  etis /étis/ adalah (1) yang berhubungan (sesuai) dengan akhlak atau etika; (2) sesuai dengan asas perilaku yg disepakati secara umum. Adapun padanan kata yang memiliki makna dengan etiket sebagimana diungkapkan dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2008b) adalah (1) adab, akhlak, bermoral, bersusila, kultur, moral, moralitas, pekerti, tata susila; (2) adat, kriteria, norma, prinsip, standar. Sedangkan padanan kata etis adalah benar, bermartabat, bermoral, bersusila, moralistis, sopan, terhormat.
Adapun pengertian etika dan disiplin studi tentang etika menurut Duska dan Duska (2007, p.26) adalah sebagai berikut:
 “Ethics,” in all its forms, is concerned with right or wrong, good or bad. It is  either a set of principles held by an individual or group or the “discipline” which studies those ethical principles. The task of  that dicipline is the analysis and evaluation  of human actions and practices. … The discipline or ethics would would examine what “assisted suicide” means (analysis) and what reasons can be given in support of or against such a practice (evaluation).
Berkaitan dengan teori etika, lebih lanjut Duska dan Duska (2007, p.45) menyatakan bahwa “An ethical theory, then, prescibes a principle that provides the averriding justifying reason for pursuing any course of action.”
Etika ini erat kaitannya dengan perilaku etis. Perilaku etis didefiniskan oleh Griffen dan Albert (dalam Leiwakabessy, 2010) sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Disamping itu, perilaku etis ditekankan dalam SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) terutama dalam unsur lingkungan pengendalian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, pasal 4, dinyatakan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. Adapun salah satu cara yang ditempuh untuk menimbulkan perilaku positif dan kondusif tersebut adalah dengan penegakan integritas dan nilai etika.
Adapun peranan budaya dan etika dalam mengurangi dan mencegah fraud di lingkungan korporasi dijelaskan oleh Coenen (2008, p.173-174) sebagai berikut:
Among the options for creating an overall system or program for reducing fraud across the board in a company, the development of a corporate culture that does not tolerate fraud is probably the most effective. Fraud is truly prevented when employees and managers understand and believe that ethics are a core component of a company’s business methods. It takes a combination of generally honest people, reasonable rules, and a commitment to a fraud-free environment to really prevent fraud in the long term.
Meskipun penjelasan Coenen tersebut di atas ditujukan untuk korporasi, namun tetap relevan jika ditujukan juga untuk instansi pemerintah, terlebih lagi peranan etika ini juga telah diungkapkan dalam SPIP. Budaya yang tidak memberikan toleransi adanya fraud diperlukan juga di instansi pemerintah bahkan hendaknya tekanannya lebih besar bila dibandingkan dengan korporasi sebab dana yang digunakan untuk operasional instansi pemerintah adalah dana yang berasal dari rakyat melalui mekanisme APBN/APBD.

DAFTAR PUSTAKA: 

Coenen, T., 2008. Essential of Corporate Fraud, New York: John Wiley and Sons, Inc.
Duska, R.F. & Duska, B.S., 2007. Accounting Ethics, Garsing Road, Oxford: Blackwell Publishing, Ltd.
Leiwakabessy, A., 2010. Pengaruh Orientasi Etis dan Budaya Jawa Terhadap Perilaku Etis Auditor. Jurnal Manajemen Akuntansi & Sistem Informasi, Program Magister Akuntansi Universitas Diponegoro, 10(1), pp.1-15.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008a. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008b. Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Sudarmo & Soedarsono, 2008. Etika Dalam Fraud Audit 5th ed., Bogor: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar